Langsung ke konten utama

Menjadi Sang Penyeimbang; Mengawal Kebebasan Berekspresi

Beberapa minggu yang lalu sebelum diadakan pemilu raya (Pemira) online oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), teman sejawat maupun senior menawar dan mengajak saya untuk maju menjadi calon pemimpin di salah satu lembaga mahasiswa, antara Legislatif atau Eksekutif. Sebelum menjawab berbagi pertanyaan yang butuh jawaban pasti, banyak hal yang menjadi pertimbangan sebelum bertindak.

Pertama, saya merupakan aktivis Pers Mahasiswa sekaligus menjadi pemimpinnya. Kedua, jika saya maju ke pencalonan, otomatis harus mengundurkan diri dari jabatan di Pers Mahasiswa, karena Pers Mahasiswa merupakan Lembaga yang Independen, Kritis, dan Objektif. Ketiga, jika saya mundur dari Pers Mahasiswa, siapa yang akan menggantikan? Belum lagi usia Pers Mahasiswa yang saya dirikan ini belum genap setahun dan masih banyak PR yang mesti dibenahi, apalagi kawan-kawan Persma belum bisa dilepas sendiri untuk memanajemen maupun menghadapi persoalan di Persma, mereka masih perlu pendampingan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut akhirnya membuat saya memilih untuk tetap berdiam dan mengurus rumah tangga sendiri (Persma) daripada meninggalkannya. Kalaupun memaksa, saya pun tak bisa memberikan kepastian, saya belum berani meninggalkan rumah sebelum kondisi rumah sudah rapi. Namun perlu ditekankan, setiap orang memiliki hak untuk bersuara. Untuk saat ini belum bersedia angkat kaki dari rumah yang dibangun bersama kawan-kawan Persma.

Setelah acara serah terima jabatan (sertijab) dan pelantikan Pemimpin Umum MPM dan Presiden BEM beberapa hari yang lalu sekaligus mendemisionerkan Pemimpin Ormawa yang lama, kedua lembaga mahasiswa ini, legislatif dan eksekutif mulai merekrut anggotanya. Para senior terutama pemimpin yang baru dilantik langsung turun kelapangan, mempromosikan dan mengajak teman sejawat maupun juniornya untuk mengisi kursi pengurus organisasi yang baru saja dikosongkan para demisioner. Ada yang mengajak bergabung di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan juga di Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Setelah dibuka pendaftarannya, ternyata banyak teman seangkatan yang mendaftarkan diri ke BEM.

Sebelum menuruti permintaan para senior, beberapa hal menjadi pertimbangan kembali sebelum melangkah. Mahasiswa yang menjabat sebagai Ketua atau Pemimpin di Organisasi apakah boleh atau bisa menjadi pengurus MPM atau BEM? Bagaimana kata AD ARTnya? Atau ini merupakan kehendak kedua Pemimpin Lembaga Mahasiswa tersebut? Akhirnya seorang senior menjawab keresahanku. Ia mengatakan boleh. Jawaban yang singkat cukup meyakinkan, jikalau dimintai pertanggung jawaban, cukup kembalikan ke Pemimpin yang mengatakan demikian.

Teman-teman pada merapat ke organ BEM. Tidak ingin menjadi apatis ataupun mengikuti arus, saya memilih bergabung di Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Adapun yang menguatkan pilihan untuk menjadi pengurus MPM ialah, pertama, MPM Lembaga tertinggi dan memiliki fungsi mewadahi aspirasi mahasiswa dan mengawasi kinerja BEM serta menjadi jembatan antara mahasiswa dan kampus. Sejalan dengan peran MPM, Pers Mahasiswa tidak jauh berbeda mengenai peran.

Pers Mahasiswa memiliki peran sebagai wadah aspirasi ataupun opini mahasiswa, yang hasil dari kegiatannya berupa tulisan yang didalamnya menyuarakan kebebasan berekspresi mahasiswa. Menjadi alat kontrol sosial ditatanan akademisi dan ruang diskusi kritis mahasiswa menyikapi situasi yang terjadi disekitarnya. Kedua, masuk menjadi MPM ialah menjadi penggagas maupun konseptor untuk masukan proker BEM. Ketiga, menjadi penyeimbang, dalam konteks sesuai dengan kapasitas diri yang juga Persma, teman-teman dominan gabung di BEM, maka minimal salah satunya perlu gabung di MPM agar menjalankan perannya tetap leluasa dan seimbang. Terutama kawan aktivis Persma yang menjadi pengurus di BEM, besar harapan tetap berkarya dan memegang teguh nilai-nilai Jurnalistik. Keempat, banyak hal yang perlu dikritisi dan diberi masukan agar lebih baik dimasa yang akan datang. Kelima, banyak organisasi eksternal yang telah terpegang, jika memilih BEM dipastikan banyak kegiatan, dikhawatirkan nantinya tidak bisa terpegang total, akhirnya memilih MPM yang kinerjanya sebagai penampung aspirasi, pengawas, dan jembatan antara mahasiswa dan kampus tanpa harus begitu sibuk dengan kegiatan lapangan. Socrates pernah mendaku, bahwa siapa yang mengetahui kebenaran, maka ia pasti akan melakukan apa yang dianggapnya benar. Namun tidak terlepas dari kontrol sosial, masukan perlu mengalir dan mengawal kebebasan berekspresi, seperti yang dikatakan Ketua STIKes Respati, fungsi Persma ialah sebagai kontrol sosial.

Meskipun nantinya menjadi pengurus MPM, namun tetap memegang nahkoda Persma. Tetap menjaga Independensi Lembaga Mahasiswa maupun Persma berjalan sesuai koridornya. Masukan ataupun aspirasi yang ditampung MPM, dapat menjadi bahan tulisan Persma menyikapi isu di mahasiswa maupun kampus. Idealnya, kebebasan berpendapat dan kritisme pada mahasiswa perlu diutarakan demi terjaminnya haknya dalam mencapai kesejahteraan mahasiswa sendiri. Jika mahasiswanya aktif menyuarakan gagasannya, peka kondisi lingkungannya, melek literasi, dan aktif berdiskusi, justru hal ini yang berdampak pada kemajuan kampusnya sendiri. Suara mahasiswa sendirilah yang nantinya akan menentukan kebijakan Kampus dan arah pergerakan organisasinya. Para aktivis mahasiswa ini diharapkan menjadi agen perubahan, baik organisasinya, almamaternya, maupun bangsanya sendiri.

Pluralisme dan dinamika kehidupan akademik tidak dapat dihindari, lewat MPM dan BEM sebagai organisasi yang berorientasi pada aspirasi mahasiswa yang nantinya memberikan dampak bagi kemajuan almamaternya. Besar harapan BEM ini benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pembela kepentingan mahasiswa (advokasi) dan forum koordinasi serta komunikasi. Pergerakan BEM melalui kegiatannya mesti memberikan dampak pada mahasiswa, bukan besar karena tebalnya proposal kegiatannya namun minim manfaat bagi mahasiswa.

Perihal urusan akademik tetap tidak bisa diabaikan, inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi aktivis mahasiswa memanajemen waktunya agar kedua perkara ini tetap terhandle dengan baik. Persoalan kedepan, MPM dan BEM ini harus duduk bersama mengawal isu kampus. Meskipun MPM dan BEM berbeda peran maupun porsi, hal ini jangan dijadikan sekat ataupun pembatas dalam bersinergi dan berkarya bersama untuk memperbaiki dan memajukan almamater tercinta. Seperti yang dikatakan Ketua STIKes Respati kembali, MPM dan BEM ini bak dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Tetap bersatu padu menghadapi dinamika pasang surut kehidupan kampus dan memberikan solusi terbaik bagi Kampus yang dinaunginya. Hidup Mahasiswa!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekspedisi Pelosok Priangan Timur

Tugu Siliwangi, berada di perbatasan provinsi Jawa Barat-Jawa Tengah “Esa Hilang, Dua Terbilang”, wangsit Prabu Siliwangi Mendengar kata tersebut, mungkin tidak asing lagi ditelinga masyarakat Jawa Barat. Konon, Jawa Barat yang pada zaman dahulu merupakan Kerajaan Pajajaran dan Galuh yang salah satu raja termahsyurnya pada saat itu ialah Prabu Siliwangi. Kisah ini telah menjadi kisah turun temurun masyarakat Jawa Barat. Legenda itu menguat diwilayah priangan timur.  Dari kisah tadi membuat saya tertarik untuk menjelajahi alam Priangan Timur, ditemani rekan Backpacker, Kang Adam Akbar. Kami berdua sepakat untuk explore di hari Jum'at, 16 Februari 2018 dan perjalanan pun dimulai sekitar pukul 09.00 wib dari STIKes Respati, Tasikmalaya dengan tujuan menuju ke perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah. Explore adalah kegiatan yang biasa saya lakukan untuk mengisi waktu kosong atau disaat liburan semester tiba (itung-itung refreshing setelah berperang dengan UAS). Dengan memb

Ngopi-isme

Ilustrasi : @radenyudistira09 (dokpri) Kegiatan Ngopi dikalangan kaum intelektual bukanlah sebuah hal yang baru, namun telah menjadi sebuah kebutuhan dalam menyusun wacana hingga ke penyelesaian masalah. Ngopi disini bukan berarti kegiatan duduk manis kemudian menyeruput secangkir kopi sembari menghisap sebatang rokok, melainkan ngopi yang dimaksudkan ialah kegiatan diskusi (Ngopi = Ngobrol Pintar). Kegiatan ngopi dapat dijumpai di ruang kelas, perpustakaan, kantin, masjid, ruang keseketariatan ormawa, hingga ruang terbuka seperti taman. Betapa besarnya peran dari ngopi sendiri sebab berbagai pemikiran dan gagasan banyak dilahirkan disini. Bagi mereka yang menasbihkan dirinya sebagai seorang aktivis, organisator, kura-kura (kuliah-rapat, kuliah-rapat) kegiatan ngopi merupakan hal yang lazim ditunaikan dimanapun berada selama ada lawan bicara. Sajian ngopi cenderung lebih nikmat jika ditemani cemilan, misalnya ditemani secangkir kopi (tanpa rokok; bagi mereka yang taat kepada kes

Malam Minggu Dengan Beethoven

Malam ini adalah malam minggu Hal yang di tunggu setiap seminggu Membebaskan diri dari rutinitas Yang menjerat pula terbatas Para kaula muda berhamburan Menikmati malam yang anggun Untuk merasakan atmosfer Hiruk pikuk di malam teaser Ku hanya bisa berdiam diri Di pusara malam minggu ini Alunan komposisi beethoven Menjadi lentera di kesunyian Sinar cerah purnama di angkasa Membuat bagi yang lihat terpana Moonlight sonata Beethoven mendayu Menemani sunyinya malam minggu Melodi adagio terus meraya Rasa sukma terpilin olehnya Di rasa sendiri dan ada kawan Malam minggu dengan Beethoven Tasikmalaya, 14 Oktober 2017               Salam Sajak,             Ahmad Yudi S