Langsung ke konten utama

|Puisi| Secarik Kisah dari Kuwojo, Bagelen

(*klik “Listen in browser” dan aktifkan volume sebelum di gulir ke bawah baca puisi)


Kisah ini terjadi saat,
Hari Idul Adha kemarin
Ya
ini hanya mengingat kembali,
Di mana Ku sedang mengunjungi
Suatu tempat di Desa Kuwojo.
Seseorang yang disayangi
Dan tempatnya yang tak bisa
Terlupakan, selalu teringat
Teringat akan daerahnya
Yang masih alami, dan
Keramahtamahan di dalamnya.
Hanya beberapa meter jarak
Yogyakarta dari dekatnya.
Setiap saat bisa mendengar kereta
Yang lewat di depan beberapa meter
Juga melihat lalu lalang kendaraan
Yang melintasi jalur provinsi.
Antara Jateng dan DIY dari depan rumah.
Seperti daun cincau, srikaya, jambu
Yang bisa mudah di dapat dari
Pekarangan halaman rumahnya.
Bagelen, Sudut dari Purworejo dan
Kuwojo merupakan pintu masuk
Perbatasan antara Jateng dan DIY.
Meskipun kadangkala susah sinyal,
Keseruan datang dengan Ku berkelana,
Mendatangi stasiun lama di seberang,
Menanti dan berharap ada kereta yang melintas,
Dan akhirnya sinyal menghampiriku
Meskipun sesaat.
Tapi hal ini menjadi kesenangan tersendiri, Bagiku.
Rasa penasaran ingin berkeliling di sekitar,
Menghampiri tempat serasa di kenal tapi asing,
Ada yang bilang dulunya,
Ada berdiri rumah di seberang balai desa,
Tapi, kini tinggal pepohonan yang tumbuh,
Di atasnya.
Ya,
Itu memorinya tempo dulu.
Tapi,
Ku tak bisa berlama-lama di Kuwojo.
Padahal masih ingin tetap tinggal,
Meskipun beberapa hari lagi.
Hanyalah Tiga hari Ku berada di sana,
Setelahnya, Ku kembali lagi
Ke bumi Parahyangan Sukapura.
Ingin ku datangi lagi, hai Kuwojo.
Hanyalah kenangan yang ku ingat,
Saat ku berada di sana.
Entah kapan tapi semoga saja,
Bisa mendatangi lagi di saatnya nanti.
Ini hanya cerita dari insan yang merindu.
Secarik kisah dari Kuwojo,
Bagelen.



Tasikmalaya, 20 Oktober 2017
           Salam Kangen,

 
           Ahmad Yudi S

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekspedisi Pelosok Priangan Timur

Tugu Siliwangi, berada di perbatasan provinsi Jawa Barat-Jawa Tengah “Esa Hilang, Dua Terbilang”, wangsit Prabu Siliwangi Mendengar kata tersebut, mungkin tidak asing lagi ditelinga masyarakat Jawa Barat. Konon, Jawa Barat yang pada zaman dahulu merupakan Kerajaan Pajajaran dan Galuh yang salah satu raja termahsyurnya pada saat itu ialah Prabu Siliwangi. Kisah ini telah menjadi kisah turun temurun masyarakat Jawa Barat. Legenda itu menguat diwilayah priangan timur.  Dari kisah tadi membuat saya tertarik untuk menjelajahi alam Priangan Timur, ditemani rekan Backpacker, Kang Adam Akbar. Kami berdua sepakat untuk explore di hari Jum'at, 16 Februari 2018 dan perjalanan pun dimulai sekitar pukul 09.00 wib dari STIKes Respati, Tasikmalaya dengan tujuan menuju ke perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah. Explore adalah kegiatan yang biasa saya lakukan untuk mengisi waktu kosong atau disaat liburan semester tiba (itung-itung refreshing setelah berperang dengan UAS). Dengan memb...

Ngopi-isme

Ilustrasi : @radenyudistira09 (dokpri) Kegiatan Ngopi dikalangan kaum intelektual bukanlah sebuah hal yang baru, namun telah menjadi sebuah kebutuhan dalam menyusun wacana hingga ke penyelesaian masalah. Ngopi disini bukan berarti kegiatan duduk manis kemudian menyeruput secangkir kopi sembari menghisap sebatang rokok, melainkan ngopi yang dimaksudkan ialah kegiatan diskusi (Ngopi = Ngobrol Pintar). Kegiatan ngopi dapat dijumpai di ruang kelas, perpustakaan, kantin, masjid, ruang keseketariatan ormawa, hingga ruang terbuka seperti taman. Betapa besarnya peran dari ngopi sendiri sebab berbagai pemikiran dan gagasan banyak dilahirkan disini. Bagi mereka yang menasbihkan dirinya sebagai seorang aktivis, organisator, kura-kura (kuliah-rapat, kuliah-rapat) kegiatan ngopi merupakan hal yang lazim ditunaikan dimanapun berada selama ada lawan bicara. Sajian ngopi cenderung lebih nikmat jika ditemani cemilan, misalnya ditemani secangkir kopi (tanpa rokok; bagi mereka yang taat kepada kes...

Catatan Malam Si Lembar Hitam

Angin malam saling berebut menghempaskan diri ke dinding, dari jauh tampak seorang laki-laki sedang meratapi kehidupnya. Ada gerangan yang menghambat dan mengacaukan segala yang menjadi kebahagiannya. Sebuah lingkaran hidup yang seharusnya dapat membuatnya nyaman dan tentram, terpaksa membuatnya tegar akan lingkaran yang tidak pasti. Entah masalah dari dalam atau dari luar, semuanya ia telan begitu saja dengan hati yang tegar.  Terkadang pernah berjumpa dengan sebuah gerombolan yang melayangkan kekesalannya kepada korbannya yang dianggap sebagai kambing hitam. Masalah yang sepele bisa menjadi wahsyana karena banyaknya masa pendukung yang tidak interopeksi. Inilah tragedi atas mengkritisi tanpa intropeksi. Ia tetap menerimanya tanpa adanya pembelaan yang berarti, sukarela dijadikan bidikan dan sasaran.  Belum lagi kondisi yang dirasa belum tentu kondusif, tapi ia berusaha untuk bisa kondusif. Ditengah perkembangan arus, dirinya berusaha tidak menjadi apatis, bahkan...