Langsung ke konten utama

Menghadiri Kongres Nasional PPMI, Pengalaman Baru yang Penuh Cerita


Beberapa hari yang lalu sebelum penyelenggaraan Kongres Nasional XIV, saya mendapati postingan di instagram resmi milik Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI), @persmahasiswa mengenai acara Kongres Nasional PPMI ke-14, dimana Kota Surakarta atau Solo menjadi tuan rumah acara Kongres Nasional PPMI tahun ini. Saking penasarannya, saya mengakses link proposal acara tersebut dan mengunduh e-book proposal. Sempat terlintas bahwa Persma atau LPM yang saya bangun ini belum genap setahun, apalagi kabar dari salah satu rekan Persma Unsil mengatakan DK Tasikmalaya saat ini sedang vakum karena tidak ada pengurus. Kemudian saya berinisiatif menghubungi LO Tasikmalaya untuk memastikan acara ini dan menanyakan LPM Rekamrest ini apakah bisa ikut serta dalam Kongres atau tidak, karena LPM atau Persma Rekamrest ini belum menjadi anggota PPMI.

Penantian itu akhirnya datang. LO Tasikmalaya mengatakan bahwasanya LPM yang telah menjadi anggota PPMI atau belum, tetap dapat berpartisipasi dalam Kongres Nasional PPMI ke-14 ini. Mendapat kabar kebisaan tersebut, saya mengabarkan ke teman-teman Persma untuk siapa yang sekiranya dapat hadir di Kongres, namun oleh panitianya hanya dibatasi maksimal 3 orang dari setiap delegasi LPM (Lembaga Pers Mahasiswa). Tak ingin memberatkan dompet pribadi, saya berinisiatif mengajukan proposal ke kampus untuk membiayai selama perjalanan delegasi hingga pulang dari Kongres.

Hari demi hari berganti. Beberapa hari kemudian, kabar dari kampus sampai ke saya lewat chat dari Kabag Akademik. Patut disyukuri, kampus membiayai seluruh kebutuhan delegasi. Namun yang saya kecewakan, hanya 1 orang yang dibiayai oleh Kampus, selebihnya ditanggung oleh biaya sendiri. Sebelum serah terima, saya membicarakan ini secara personal ke kawan-kawan Persma mengenai kesediaan siapa yang pasti pergi ke Solo, karena dana telah di acc oleh Kampus dan tak mungkin apa yang dikabulkan oleh Petinggi Kampus ditolak begitu saja. Walhasil, rekan tidak ada yang bersedia berangkat seorang diri dan tidak mau ditanggung sendiri. Akhirnya, saya terpaksa berangkat sendiri mewakili LPM Rekamrest di Kongres Nasional PPMI XIV di Surakarta.

Dua hari sebelum pelaksanaan Kongres Nasional PPMI, saya mengikuti kegiatan LDKM (Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa) yang diselenggarakan oleh BEM Kampus. Kegiatan ini wajib diikuti mahasiswa tingkat satu sebagai syarat jika hendak mendaftar sebagai calon pengurus BEM dan jika tidak mengikuti LDKM, maka harus mengikutinya di tahun depan. Sebenarnya cukup melelahkan mengikuti rangkaian LDKM selama dua hari, namun saya teringat tanggung jawab saya kepada Persma dan Kampus saya, harus berangkat ke Solo pada waktunya untuk menghadiri Kongres Nasional PPMI, bagaimana pun kondisi saya waktu itu.

Hari terakhir LDKM dimeriahkan dengan kegiatan lapangan. Hari terakhir LDKM yang menyenangkan sekaligus cukup melelahkan karena pulangnya sore, belum lagi sampai di rumah saya langsung berbenah tanpa istirahat untuk bersiap berangkat ke stasiun, magribnya saya di stasiun dan menunggu kereta yang akan membawaku ke Solo. Meski seorang diri tanpa ada yang menemani, saya tetap semangat mengikuti Kongres Nasional PPMI ini. Katakanlah saya sebagai solo traveler (kata Bu Teni).

Bermalam di Sekretariat LPM Motivasi, UNS Surakarta

Perjalanan solo travelerku di mulai dari stasiun Tasikmalaya dengan tujuan Stasiun Balapan Solo sebagai tujuan akhir. Kereta berangkat dari Tasikmalaya sekitar pukul 19:00 wib dan sampai di Solo sekitar pukul 01:00 dini hari. Tujuh jam kemudian, kereta malam tiba di stasiun Balapan Solo. Setelah keluar dari stasiun, segera ku nyalakan gadget dan membuka aplikasi gojek untuk menjemputku di stasiun. Alangkah terkejut, pukul dini hari tak terlihat gojek di sekitaran stasiun. Saya sempat kebingungan hendak menghubungi siapa yang bisa menjemput saya di stasiun.

Saya baru ingat seseorang yang bisa dihubungi jam segini. Ya, LO Tasikmalaya. Syukurlah LO nya belum terlelap, setidaknya tanggap dengan kekhawatiran saya yang seorang diri backpacker di Kota Solo, kota yang pertama kali saya kunjungi. Kemudian LO menjanjikan bakal ada seseorang rekan dari LPM Pabelan yang akan menjemput saya di stasiun. Mendengar kabar tersebut, cukup membuat hati saya lega mengingat seorang diri yang asing di Negeri Kesultanan Surakarta ini. Beberapa menit kemudian saya di chat seseorang yang mendaku dari LPM Pabelan, UMS, yang meminta saya untuk tetap berada di stasiun dan akan dijemput olehnya.

Menanti di depan pintu utama stasiun, hawa dingin Kota Solo menyelinap diantara busana santai yang kukenakan, dinginnya Kota Solo ternyata lebih dingin dari Tasikmalaya. Diriku hanya terduduk di teras pintu utama stasiun sembari memasukkan tangan di kocek jaket demi kehangatan tetap terjaga. Beberapa menit kemudian, seseorang yang kunanti akhirnya tiba, ia lekas menjemputku dan membawaku ke Sekretariat LPM Motivasi, UNS untuk beristirahat.

Selama diperjalanan, kami berbagai cerita tentang LPM di kampus, sekedar menghilangkan jenuh selama diperjalanan. Suasana dini hari Kota Solo tidak begitu ramai aktivitas, hanya keluar masuk orang-orang yang bermigrasi. Kondisi jalan dan prasarana yang sedang diperbaiki dan ditambah, kusimpulkan Kota ini sedang dalam proses pembangunan, harapannya merata ke seluruh pelosok Kota Solo.

Beberapa menit kemudian, saya tiba di UNS, tepatnya di sekretariat LPM Motivasi. Ternyata ada delegasi Persma dari Banten dan daerah bagian jawa lainnya yang sudah duluan tiba di UNS (Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta), menyusul saya yang dari Tasikmalaya. Pengurus LPM Motivasi yang bagian piket hari itu menyambut saya dengan hangat, melihat kondisi saya yang lelah akibat makan angin perjalanan, kemudian dipersilahkan untuk langsung merebahkan badan. Tak lama setelah kedatangan saya, kawan-kawan dari delegasi Persma Madura pun tiba di UNS.

Kabarnya kawan-kawan dari Madura ini berjalan kaki, tepatnya yang katanya membonceng pick up satu ke pick up lainnya untuk menghemat pengeluaran mereka. Tak bisa ikut berdiskusi lama, saya langsung menidurkan diri duluan.

Menikmati Kupat Tahu ala Kota Solo.

Sekitar pukul 08:00 wib, saya terbangun dari tidur. Mengingat tanggal 6 Agustus 2018 adalah hari senin, dipastikan mahasiswa UNS sudah masuk kuliah seperti biasa. Kulihat keluar dari gedung sekertariat UKM UNS, berbagai mahasiswa sudah berkeliaran keluar masuk UNS. Saya sempat ragu untuk melangkahkan kaki keluar gedung sekretariat UKM dan berbaur dengan lautan mahasiswa UNS karena saya bukan mahasiswa UNS. Namun keraguan itu tak bertahan lama selama masih ada semangat dan keberanian dalam diri untuk melangkahkan kaki kedepan. Akhirnya saya memberanikan diri untuk keluar dari tempat persembunyian saya di gedung sekretariat UKM UNS, dan menikmati pemandangan lingkungan kampus UNS.

Waktu itu kondisi saya lesu sekali, karena belum lagi makan saat berangkat dari Tasikmalaya. Saya memutuskan untuk menyusuri sudut-sudut UNS dan berharap menemukan warung atau rumah makan terdekat untuk mengisi perut saya ini. Berjalan.ke arah ke luar UNS, dan tak jauh dari gerbang masuk UNS, saya menemukan pedagang kaki lima yang menjajakan makanan khas yang sepintas mirip dengan makanan khas Jawa Barat, yaitu Kupat Tahu. Tanpa pikir panjang, saya langsung mendatanginya dan memesan seporsi karena sudah tidak kuat melawan demonstrasi perut ini.

Dan sepiring Kupat Tahu dan segelas es teh manis menjadi menu sarapan saya pagi ini di UNS. Awalnya saya mengira kupat tahu di Solo mirip dengan kupat tahu yang berada di Jawa Barat, khususnya di Tasikmalaya yang kupat tahunya berbahan ketupat, tahu goreng, kecambah, dan saus kacang, serta kerupuk dan taburan bawang goreng. Berbeda dengan kupat tahu yang saya temukan di Solo, lokasinya tak jauh dari UNS, bahannya yaitu ketupat, tahu goreng, mie, potongan daun seledri dan kol, dan disiram dengan kuah yang mirip dengan kuah pempek. Saat saya coba, sungguh nikmat rasanya dan percaya tidak, dalam waktu singkat sepiring kupat tahu khas Solo ini langsung kandas dari piringnya (saking lapar yang bergairah).

Setelah puas menyantap sepiring kupat tahu, saya kembali lagi ke gedung sekretariat UKM UNS untuk bersiap melanjutkan perjalanan ke lokasi pembukaan Kongres Nasional PPMI XIV di Unisri (Universitas Slamet Riyadi). Perjalanan dilanjutkan setelah shalat dzuhur berjamaah di masjid UNS. Saya berangkat bareng dengan kawan-kawan dari Banten menuju Unisri dengan menaiki Grab. Dan perjalanan pun kembali dilanjutkan di Kota Slamet Riyadi.

Menemukan Banyak Kenalan Persma di Unisri.



Setibanya di Unisri (Universitas Slamet Riyadi) Surakarta, sederet panitia acara menyambut hangat kedatangan kami dengan meregistrasi peserta berupa cap stempel yang diberikan panitia kepada (tangan) peserta. Pesan panitia, kalau bisa jangan sampai terhapus stempelnya, sayang jadi kenang-kenangan dari Kongres Nasional PPMI, candaan mereka. Lo pun menyambut saya yang hadir sendiri mewakili Tasikmalaya di Kongres Nasional PPMI.

Hari senin ini dijadwalkan panitia untuk menunggu semua delegasi Persma dari seantero Nusantara tiba di Unsiri. Menghilangkan kejenuhan menanti kedatangan kawan-kawan Persma dari berbagai pelosok Nusantara, saya bergabung dengan kawan-kawan yang telah hadir di Unisri.

Kawan-kawan di Unsiri yang pertama berkenalan dan akrab ialah dari kawan-kawan DK Banjarmasin. Begitu ramah dan humoris. Saya sangat beruntung bisa bertemu dengan kawan dari Banjarmasin, yang sekiranya dari awal pembukaan Kongres hingga akhri Kongres selalu berada di samping saya. Menyusul kawan-kawan dari Mataram dan Solo yang baru tiba di Unisri.

Malam harinya setelah shalat isya berjamaah, agenda malam yaitu bazar buku dan sarahsehan budaya bersama budayawan asal Yogyakarta, Muhidin M. Dahlan, menjadi pembicara di sarahsehan dengan materi, “Mengenal Kembali Haji Misbah”. Saya dan kawan-kawan tenggelam begitu saja dalam cerita biografi Haji Misbah yang disampaikan oleh pemateri sarahsehan. Usai Pak Muhidin menjelaskan sepak terjang Haji Misbah di dunia jurnalistik, kemudian masuk ke sesi diskusi. Salah satu kawan Persma saya sontak maju kedepan dan memaparkan statementnya tentang Haji Misbah. Ia menyinggung kasus Iss, kawan Persma kami yang kini mendekam di penjara akibat kasus yang melibatkan PT. Rum. Iss bersama warga setempat menuntut penutupan PT. Rum karena dampak limbah pabrik yang mencemari lingkungan. Ia mengatakan kisah perjuangan Haji Misbah lewat dunia tulisan mirip dengan kisah Iss yang kini mendekam di penjara. Kami semua berdoa, rekan seperjuangan kami, Iss dapat segera dibebaskan, karena Iss tidak bersalah justru salah satu korban yang memperjuangkan tanah warga setempat yang enggan dicemari tanahnya oleh limbah PT.Rum.

Sekitar pukul 23:00, sebagian delegasi kembali ke ruangan untuk tidur, sebagian memilih untuk duduk diam dan berdiskusi dengan kawan-kawan Persma yang lain. Saya masih bersama dengan kawan-kawan Persma Banjarmasin sekedar bincang sepintas menyoal tentang kawan kami, Iss. DK Banjarmasin mendukung pembebasan Iss dengan membuat tulisan dukungan untuk Iss di selembar kertas putih, lalu dipegang salah satu rekan dari LPM Sukma, kemudian di foto dan diunggah di Instagram milik PPMI DK Banjarmasin. Aksi ini adalah salah satu bentuk dukungan kepada Iss agar Hukum Indonesia tidak kaku dan bebas serta benar dalam menentukan perkara hukum.

Satu jam kemudian, akhirnya kami kalah dengan rasa kantuk. Lalu kami berjalan menuju ruangan untuk beristirahat. Beralaskan tikar, kami bersama-sama tidur di lantai meskipun hawa dingin tetap menyelimuti tidur kami. Saya mensiasatinya dengan menggunakan sarung tangan, kaos kaki, sarung kepala, jaket, hingga sarung, demi terhindar dari serangan hipotermia (kedinginan).

Seminar Nasional Menjadi Pembukaan Kongres Nasional PPMI XIV



Sekitar pukul 05:00 wib, saya terbangun dari tidur. Mengemas kembali perlengkapan tidur anti hipotermia, lalu bergegas ke masjid kampus Unisri untuk menunaikan shalat subuh. Suasana pagi hari ditambah dinginnya air wudhu memberikan nuansa yang berbeda.

Selesai shalat subuh, saya langsung kembali ke ruang istitahat dan bergegas menuju ke toilet untuk mandi. Awalnya enggan mandi pagi karena suhu yang dingin, namun padatnya kegiatan memaksakan saya untuk selalu tampil fresh (tidak lusuh). Mirisnya, toilet yang saya temui gelap dan tidak ada penerangan. Tanpa pikir panjang, akhirnya saya tetap mandi meski prasarana yang minim di toilet, dan yang penting saya bisa mandi, apapun kondisinya.

Selesai mandi, pikiran langsung fresh dan anti kantuk. Namun ada hal yang buat saya jadi heran, beberapa teman ada yang mandi di gedung tengah, gedung utama kampus. Testimoni mereka setelah mandi di toilet yang berada di gedung utama kampus, di sana terdapat penerangan, bersih, dan air yang menyegarkan. Sempat terjeda sejenak mendengar ada toilet yang kosong tanpa harus mengantri di gedung utama, namun apa boleh buat, diriku sudah mandi, tidak mungkin mandi untuk kedua kalinya namun di gedung utama. Ya sudahlah mungkin belum rezeki, pikirku.

Sekitar pukul 08:00 wib, seluruh peserta Kongres Nasional PPMI XIV  berkumpul di aula Unisri untuk mengikuti pembukaan Kongres Nasional PPMI ke-14 dan Seminar Nasional. Turut hadir Rektor Universitas Slamet Riyadi di acara pembukaan Kongres Nasional PPMI XIV. Lagu Indonesia Raya 3 Stanza dan Darah Juang menjadi lagu pilihan yang dinyanyikan seluruh delegasi Kongres Nasional PPMI di awal rangkaian pembukaan.

Kata sambutan disampaikan oleh tuan rumah, Sekjend PPMI DK Surakarta, kemudian bergantian, lalu Sekjend Nasional PPMI, dan diakhiri oleh sambutan Rektor Universitas Slamet Riyadi, Surakarta dengan pemukulan gong sebagai simbolis pembukaan Kongres Nasional PPMI XIV. Rektor Universitas Slamet Riyadi, Surakarta mengatakan keberadaan dan peran Persma di kampus sangat penting, salah satunya menjaga budaya literasi di kampus dan mengasah berpikir kritis mahasiswa menyikapi keadaan sosial di sekitarmya. Lewat tulisannya, Persma sebagai tombak perubahan bangsa dan berjuang lewat pena membela kaum tertindas.

Acara selanjutnya setelah pembukaan ialah Seminar Nasional bertemakan “Pendidikan Berbasis Gender di Era Keterbukaan Informasi” dengan pembicaranya yaitu Ichwan Prasetyo (Solopos) dan Fitri Hariyani (SpekHAM). Di seminar ini mengarahkan peserta pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dimana persoalannya identitas korban asusila baik foto maupun nama harus disamarkan atau tidak perlu ditayangkan ke publik karena ini merupakan kejahatan susila. Pers dituntut independen dan verifikasi sebelum menayangkan dan berpegang pada kode etik jurnalistik. Beberapa jam kemudian akhirnya sampai di penghujung acara, peserta membubarkaj diri kembali ke ruangan istirahat dan bersiap untuk berangkat ke BLK Karanganyar sebagai lokasi kegiatan Kongres Nasional PPMI berlangsung dengan menggunakan bis.

Pemilihan Presidium Sidang Kongres Nasional PPMI XIV Diwarnai Perdebatan Akibat (Asap) Rokok



Perjalanan dari Unisri menuju BLK (Balai Latihan Kerja) Kab. Karanganyar memakan waktu sekitar 1 jam. Setelah sampai di BLK, panitia mengarahkan peserta ke ruang istirahat, menaruh tas dan barang bawaan yang tampak berat dipikul lama peserta. Saya memutuskan untuk sejenak beristirahat sebab saat di bus tetap terjaga (tidak tidur).

Malam hari setelah shalat Isya, seluruh delegasi Pers Mahasiswa se-Indonesia berkumpul di aula yang menjadi tempat Sidang Kongres Nasional berlangsung. Sebelum memulai sidang, dilakukan pemilihan Presidium untuk memimpin jalannya sidang. Setelah musyawarah dan dilakukan pemilihan, akhirnya terpilih Kerta Aksara Pramana sebagai Presidium 1, Made Aristya sebagai Presidium 2, dan Luh Putu Sugiari sebagai Presidium 3 Sidang Kongres Nasional PPMI XIV. Kongres Nasional PPMI ke-14 mengambil tema “Membangun Orientasi Persma Dalam Gerakan Literasi”.

Saat pembacaan tata tertib sidang oleh Presidium, sempat terjadi perdebatan diantara peserta Kongres dimana salah satu permasalahannya ialah (asap) rokok. Dari pihak kontra rokok, mereka menginginkan selama sidang berlangsung, tidak ada peserta yang merokok, karena asap rokok menyebar ke seluruh ruangan sidang yang menyebabkan terganggunya pernapasan. Dari pihak yang pro rokok, merokok adalah hak asasi setiap orang, terlebih untuk mengurangi stress dan jenuh saat sidang berlangsung. Perdebatan yang mengulur waktu. Akhirnya presidium 1 memerintahkan untuk melakukan lobying antara perwakilan pro dan kontra. Beberapa menit kemudian, disepakati bahwa peserta tetap dipersilahkan merokok di dalam ruang selama sidang berlangsung dengan syarat menjaga jarak dengan peserta yang tidak merokok dan jendela atau ventilasi udara ruangan harus di buka agar asap rokok bisa keluar ruangan. Sidang kembali dilanjutkan hingga pemilihan Sekjend Nasional PPMI periode 2018-2019.

Mereka Masih Tak Menyangka dari Tasikmalaya Hanya 1 Orang yang Hadir



Hari ketiga Kongres Nasional PPMI XIV, diri masih bertahan mengikuti alur perjalanan Kongres hingga selesai. Makan pagi, teman-teman dari delegasi PPMI DK Banjarmasin, Mataram, Surakarta, duduk bersama menikmati sarapan pagi. Sambil berurusan dengan sebungkus nasi dan lauk pauknya, kami sambil bercengkrama dan salah satu pertanyaan yang menjadi bahan diskusi diatas nasi bungkus ialah, “Cuma kamu doang yang hadir dari Tasikmalaya?”. Awalnya memang tidak percaya jika yang hadir dari PPMI DK Tasikmalaya hanya 1 orang, kemudian saya jelaskan alur kisahnya mengapa saya bisa berangkat sendiri ke Solo, kisahnya kembali ke paragraf di awal cerita.

Setelah terjadi kesepahaman, saya pun berujar bahwasanya PPMI DK Tasikmalaya saat ini vakum karena tidak ada pengurus, belum lagi LPM yang saya bangun belum genap setahum usianya, dan LPM saya belum menjadi anggota PPMI. Otomatis, LPM saya tidak memiliki hak suara, hanya memiliki hak bicara. Jadi saya ingatkan, meskipun LPM saya datang dari Tasikmalaya, bukan berarti membawa nama atau mewakili PPMI DK Tasikmalaya, karena LPM saya belum menjadi anggota PPMI. Jadi sepanjang Kongres berlangsung, LPM saya hanya memiliki hak bicara.

Perjalanan Sidang Kongres yang Alot Akhirnya Melahirkan Sekjend Nasional PPMI yang Baru.

Sidang Kongres berlangsung selama tiga hari, 8-10 Agustus 2018 di BLK Karanganyar. Meskipun menguras waktu, tenaga, pikiran, dan kesabaran, para peserta tetap komitmen mengikuti Kongres hingga terpilihnya Sekjend Nasional PPMI yang baru sebagai nahkoda PPMI setahun kedepan. Selama perjalanan Kongres, lembur atau bergadang hingga tengah malam sudah biasa dilakoni demi tercapainya target yang harus dirampungkan dalam satu hari, sesuai dengan jadwal yang ditentukan (meskipun akhirnya ngaret).

Tujuan dan target dari Kongres ini adalah menyatukan langkah ke depan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI),  menyusun program kerja Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia dan mengimplentasikan program kerja dalam kehidupan riil, dan menguatkan eksistensi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) dalam percaturan media, yang pada akhirnya memilih Sekjend Nasional PPMI sebagai akhir perjalanan Kongres Nasional PPMI XIV ini.

LPJ pengurus nasional PPMI sebelumnya dievaluasi dan dinilai oleh seluruh peserta Kongres. Saat LPJ dibacakan oleh pengurus nasional PPMI, sempat terjadi percekcokan antara peserta sidang maupun menyalahkan pengurus nasional karena kinerjanya masih begitu kurang dirasakan efeknya, adapun LPJ oleh peserta sidang masih jauh dari yang diharapkan. Saat penilaian dan pengambilan keputusan LPJ diterima atau tidaknya, pengurus nasional PPMI sebelumnya dipersilahkan keluar dan menjauh dari lokasi sidang Kongres yang kemudian para peserta Kongres akan menilai LPJ pengurus nasional PPMI.

Berjam-jam perdebatan diantara peserta Kongres mengenai LPJ akhirnya ada titik terang setelah diadakan voting. Diputuskan LPJ pengurus nasional ditolak oleh sidang Kongres. Usai pembahasan LPJ, kemudian masing-masing perwakilan memaparkan kondisi kota dihadapan seluruh peserta sidang kongres. Setiap ada pemaparan atau hak bicara, saya pasti kedepan karena yang hadir dari Tasikmalaya hanyalah saya sendiri, termasuk saat sesi masukan atau rekomendasi DK untuk pengurus nasional baru, saya sendiri menyampaikan aspirasi PPMI DK Tasikmalaya.

Keesokan harinya membahas tentang AD/ART, GBHO, dan GBHK PPMI, peserta Kongres dibagi ke dalam dua komisi. Komisi 1 membahas tentang AD/ART PPMI dan Komisi 2 membahas tentang GBHO dan GBHK PPMI. Saya sendiri masuk ke dalam komisi 1. Berjam-jam diskusi tanpa jeda akhirnya beres dan malam harinya dilakukan sidang pleno untuk mengesahkan revisi AD/ART, GBHO, dan GBHK PPMI.

Malam harinya saat sidang pleno, perdebatan kembali terjadi membuat suasana sidang menjadi tegang dan panas. Menurut salah seorang peserta sidang, terjadi ketidak-sinkronan antara AD/ART dan GBHO. Sikap egoisme dan intoleran terjadi di puncak sidang kongres sebelum pemilihan Sekjend Nasional PPMI yang baru. PPMI DK Jember mengajukan draft namun ditolak di sidang Kongres. Saya mengambil kesimpulan bahwa permasalahan yang terjadi di sidang Kongres adalah tidak kesepahaman, berarti bisa jadi salah paham atau tidak paham yang menuai perdebatan saling tumpang tindih sehingga pada akhirnya dilakukan lobying dan voting sebagai penyelesaian akhir.

Kembali tenggelam dalam perdebatan selama sidang Kongres hingga menjelang pemilihan Sekjend Nasional yang baru. Salah satu yang menjadi buah perdebatan ialah kontrak perjanjian antara DK dan Nasional. Salah satu pihak yang pro dengan kontrak ini menyatakan kontrak ini sangat bermanfaat untuk kelancaran dan kinerja yang jelas dari nasional maupun DK. Adapun dari pihak yang kontra, jikalau ingin diberlakukan kontrak, seharusnya kontrak sudah ada lembar tertulis agar seluruh peserta kongres mengetahui isi kontrak, bukannya isi kontrak akan dibahas kemudian. Salah satu isi kontrak yang dinyatakan dari salah seorang peserta sidang adalah setiap DK wajib mengirimkan perwakilannya untuk menjadi pengurus Nasional. Jember menolak itu karena kondisi sdm yang minim dan situasi kota yang tidak memungkinkan.

Perdebatan bertambah tajam membahas kesinambungan AD/ART dan GBHO, termasuk kontrak tadi yang belum ada titik terang, sampai-sampai puncak sidang pun disaksikan alumni pengurus PPMI. Melihat situasi yang memanas, PPMI DK Makassar, Jember, dan Malang melakukan aksi Walk Out (WO) dari PPMI. Saya yang pertama kali mengenal PPMI dan mengikuti Kongres Nasional ini dibuat bingung dan bertanya-tanya, apa dan bagaimana PPMI itu. Sungguh melelahkan, sudah berkorban waktu, tenaga, pikiran, dan psikologi, datang sendiri jauh-jauh dari Tasikmalaya, ternyata berakhir seperti ini. Pribadi merasa kecewa dengan akhir cerita Kongres ini. Sungguh disayangkan, meskipun Kongres ini adalah panggung demokrasi, tetap harus diingat bahwasanya demokrasi pun tetap ada batasannya. Makin bebas, makin banyak yang bersuara, banyak orderan, perkara semakin melebar tanpa arah dan tanpa batas. Saya rasa ini over democration, melampaui batas. Saya tidak ingin menyalahkan siapapun, semuanya bersalah. Kepala boleh saja panas, namun hati harus tetap dingin.

Saya akui sebelumnya belum pernah mendapatkan pengalaman seperti ini, ini merupakan pengalaman pertama yang tentunya meninggalkan kesan dan ceritanya sendiri. Sedari awal dirasa forum sudah tidak sehat, hal ini yang akhirnya membuat saya malas untuk ikut nimbrung dan memilih menjadi penonton sepanjang berjalannya sidang hingga selesai. Saya sempat mengira hal ini (mungkin) yang membuat kawan-kawan dari delegasi Banten dan Gorontalo pulang duluan. Saya hanyalah pemula yang masih harus banyak belajar, tentunya mengambil yang dianggap baik dan tidak mengambil yang buruk. Namun saya tetap mengapresiasi kesuksesan acara ini, walau ada hambatan, karena yang sempurna hanya ada di atas. Kita hanya bisa berusaha dan berikhtiar.

Setelah aksi WO dari ketiga DK, persidangan tetap dilanjutkan dengan menentukan dan memilih Sekjend Nasional PPMI setahun kedepan. Sebanyak 9 bakal calon Sekjend Nasional di usung dari setiap DK yang mengajukan. Setelah diuji keabsahannya, tersisa dua calon Sekjend Nasional yang akan dipilih secara demokrasi, dimana yang mendapatkan suara terbanyak dinyatakan terpilih menjadi Sekjend Nasional PPMI periode 2018-2019. Dua calon Sekjend Nasional tersebut adalah Tamam dari DK Semarang dan Maheng dari DK Yogyakarta.

Masing-masing LPM yang telah menjadi anggota PPMI menggunakan hak suaranya, kecuali bagi LPM yang belum menjadi anggota PPMI tidak memiliki hak suara. Setelah pemungutan suara kemudian perhitungan suara dengan disaksikan oleh perwakilan LPM yang belum menjadi anggota PPMI. Setelah perhitungan suara selesai, dengan disaksikan seluruh peserta Kongres Nasional PPMI XIV, terpilihlah saudara Maheng alias Rahmat Ali (LPM Humanius) dari PPMI DK Yogyakarta sebagai Sekjend Nasional PPMI periode 2018-2019.

Tak lama kemudian, langsung lanjut ke sesi berikutnya, sesi serah terima jabatan dan penandatangan konsideran pun dilaksanakan. Saat serah terima jabatan, listrik sempat padam namum prosesi serah terima jabatan tetap berjalan dengan cahaya senter dari gadget peserta kongres menerangi ruangan sidang dengan penuh khidmat. Sekjend Nasional PPMI sebelumnya, Irwan Sakir menyerah-terimakan jabatan kepada Maheng sebagai Sekjend Nasional PPMI terpilih periode 2018-2019.

Ternyata Si Penjual Buku itu adalah Sekjend Nasional PPMI

Setelah selesai serah terima jabatan dan penandatangan konsideran, sidang pun dinyatakan selesai. Hal-hal yang belum dibahas, akan dibahas kemudian karena waktu telah menunjukan tengah malam. Kegiatan selanjutnya adalah Makrab (Malam Pengakraban). Seluruh peserta Kongres tumpah ke halaman asrama BLK dan segera menyerbu tumpukan jagung untuk dibakar (jamuan jagung bakar). Ada yang menampilkan pentas seni, ada yang menikmati jagung bakar, ada juga yang sedang berdiskusi di pojok. Malam ini benar-benar ditujukan untuk menyegarkan kembali pikiran setelah berhari-hari bergelut dengan sidang kongres.

Saya tak bisa mengikuti Makrab hingga selesai karena paginya harus berangkat ke stasiun untuk kembali pulang ke Tasikmalaya. Sebelum berpamitan untuk duluan tidur, saya menyempatkan untuk berbincang dengan demisioner Sekjend Nasional PPMI dan Sekjend Nasional PPMI yang baru.

Beberapa hari sebelum pemilihan Sekjend Nasional PPMI, saya membeli buku yang dijual mas Maheng. Saya membeli satu buku, Madilog karya Tan Malaka. Mas Maheng memberikan diskon 20%, namun dirasa kurang, saya minta penambahan diskon lagi agar buku tersebut bisa terbeli sesuai jatah di saku. Kemudian Mas Maheng menambahinya 5% lagi dan mengatakan itu sudah mentok. Ia menimpali bahwa dirinya bisa saja menjual dengan harga paling murah, namun ia memperhitungkan jatah pembelian dari buku ke buku,serta keadaan ongkos pulang ke Yogyakarta. Mendengarnya, saya pun mengalah dengan membeli seharga yang disepakati.

Mas Maheng sendiri merupakan Sekjend DK Yogyakarta yang kini terpilih sebagai Sekjend Nasional PPMI. Ia berinovasi untuk pendanaan kegiatan PPMI kedepannya tidak perlu meminta-minta lagi, harus mandiri dengan koperasi yang ia gagas untuk keperluan dan kebutuhan pendanaan kegiatan PPMI yang akan datang.

Saat saya berbincang dengan Mas Maheng, bersamaan dengan salah satu kawan dari PPMI DK Gorontalo (Careteker) mengutarakan aspirasi kami mengenai kondisi di kota. Adapun 3 point yang saya sampaikan yang sekiranya dapat menjadi project Nasional untuk lekas dibenahi. Pertama, informasi mengenai PPMI harus merata ke seluruh LPM, karena tidak semua LPM berstatus anggota PPMI. Kedua, jika ada kota ataupun dewan kota yang ingin deklarasi atau pun LPM yang bermasalah, PPMI harus segera bertindak jangan sampai lambat bergerak. Ketiga, pendampingan bagi LPM yang baru berdiri.

Sampai Jumpa Solo!


Sekitar pukul 05:00 wib saya terbangun dan segera mengemas barang-barang, cuci muka kemudian berangkat pulang. Teman-teman masih terlelap jadi tidak tega membangunkan untuk berpamitan. Menuju ke luar pintu asrama, kudapati demisioner Sekjend Nasional PPMI dan beberapa teman-teman Persma yang sudah duduk di sofa dan melihatku akan pulang pagi ini. Seketika mereka menyalamiku dan mengucapkan salam perpisahan, termasuk Demisioner Sekjend Nasional PPMI yang tahu saya akan pulang cepat pagi ini, 11 Agustus 2018. Setelah berpamitan, segera kulangkahkan kaki keluar gedung dan berjalan ke halte BLK untuk menanti bis lokal yang melintas.

Beberapa menit kemudian, bis tiba dan langsung membawaku pergi ke Solo menuju stasiun Balapan Solo. Kereta tiba di stasiun Balapan Solo sekitar pukul 07:00 wib. Untungnya saya tiba tepat waktu dan kereta belum berangkat. Saya bergegas menuju kursi kereta yang telah ditentukan. Perjalanan yang melelahkan namun penuh makna dan cerita selama di kota Solo.

Terima kasih atas kebersamaannya. Banyak pelajaran yang bisa dipetik. Jadikan masa lalu sebagai pembelajaran, lakukanlah yang terbaik saat ini, buatlah mimpi besar di masa yang akan datang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ekspedisi Pelosok Priangan Timur

Tugu Siliwangi, berada di perbatasan provinsi Jawa Barat-Jawa Tengah “Esa Hilang, Dua Terbilang”, wangsit Prabu Siliwangi Mendengar kata tersebut, mungkin tidak asing lagi ditelinga masyarakat Jawa Barat. Konon, Jawa Barat yang pada zaman dahulu merupakan Kerajaan Pajajaran dan Galuh yang salah satu raja termahsyurnya pada saat itu ialah Prabu Siliwangi. Kisah ini telah menjadi kisah turun temurun masyarakat Jawa Barat. Legenda itu menguat diwilayah priangan timur.  Dari kisah tadi membuat saya tertarik untuk menjelajahi alam Priangan Timur, ditemani rekan Backpacker, Kang Adam Akbar. Kami berdua sepakat untuk explore di hari Jum'at, 16 Februari 2018 dan perjalanan pun dimulai sekitar pukul 09.00 wib dari STIKes Respati, Tasikmalaya dengan tujuan menuju ke perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah. Explore adalah kegiatan yang biasa saya lakukan untuk mengisi waktu kosong atau disaat liburan semester tiba (itung-itung refreshing setelah berperang dengan UAS). Dengan memb

Ngopi-isme

Ilustrasi : @radenyudistira09 (dokpri) Kegiatan Ngopi dikalangan kaum intelektual bukanlah sebuah hal yang baru, namun telah menjadi sebuah kebutuhan dalam menyusun wacana hingga ke penyelesaian masalah. Ngopi disini bukan berarti kegiatan duduk manis kemudian menyeruput secangkir kopi sembari menghisap sebatang rokok, melainkan ngopi yang dimaksudkan ialah kegiatan diskusi (Ngopi = Ngobrol Pintar). Kegiatan ngopi dapat dijumpai di ruang kelas, perpustakaan, kantin, masjid, ruang keseketariatan ormawa, hingga ruang terbuka seperti taman. Betapa besarnya peran dari ngopi sendiri sebab berbagai pemikiran dan gagasan banyak dilahirkan disini. Bagi mereka yang menasbihkan dirinya sebagai seorang aktivis, organisator, kura-kura (kuliah-rapat, kuliah-rapat) kegiatan ngopi merupakan hal yang lazim ditunaikan dimanapun berada selama ada lawan bicara. Sajian ngopi cenderung lebih nikmat jika ditemani cemilan, misalnya ditemani secangkir kopi (tanpa rokok; bagi mereka yang taat kepada kes

Malam Minggu Dengan Beethoven

Malam ini adalah malam minggu Hal yang di tunggu setiap seminggu Membebaskan diri dari rutinitas Yang menjerat pula terbatas Para kaula muda berhamburan Menikmati malam yang anggun Untuk merasakan atmosfer Hiruk pikuk di malam teaser Ku hanya bisa berdiam diri Di pusara malam minggu ini Alunan komposisi beethoven Menjadi lentera di kesunyian Sinar cerah purnama di angkasa Membuat bagi yang lihat terpana Moonlight sonata Beethoven mendayu Menemani sunyinya malam minggu Melodi adagio terus meraya Rasa sukma terpilin olehnya Di rasa sendiri dan ada kawan Malam minggu dengan Beethoven Tasikmalaya, 14 Oktober 2017               Salam Sajak,             Ahmad Yudi S